Dumai, Kitamelayu.Com – Kehadiran “todak” bagi masyarakat Dumai disinyalir merupakan bencana awal dari dampak ekologi yang timbul dari hilangnya pulau ancak dan beralihnya fungsi 5 anak sungai yang menjadi benteng keluar masuk arus air laut ke darat.

Tingginya curah hujan sejak sabtu dini hari, ditambah naiknya pasang air laut, menyebabkan sebahagian wilayah kota terendam banjir rob. “Apa yang menjadi ke khawatiran, atas dampak ekologi hilangnya Pulau Ancak dan 5 anak sungai terbukti,” ungkap ketua Pecinta Alam Bahari Darwis Mohamad Saleh, Sabtu (6/12/2025).

Todak menurut Darwis bukan sejenis makhluk laut, bukan pula sejenis ikan. Namun todak adalah bencana yang timbul akibat rusaknya ekosistim laut. “Bencana ekologis merupakan wujud dari rusaknya ekosistim yang ada, todak merupakan istilah kerusakan parah ekosistim laut. Seperti hilangnya fungsi anak sungai dan pulau ancak sebagai benteng aliran arus laut,” terang Darwis.

Di tempat terpisah, kordinator Aliansi Rakyat Untuk Keadilan ( ARUK) Rizky Kurniawan ST M,IP saat ditemui Sabtu (6/12) menjelaskan berpadunya pasang air laut dengan curah hujan dalam waktu bersamaan menyebabkan terkurungnya air di tengah kota, sementara, daya tampung parit untuk mengeluarkan kembali ke laut tidak sebanding dengan derasnya air yang masuk. Sehingga menimbulkan bencana banjir pasang. “Air yang keluar menuju laut jalannya kayak siput sementara air masuk baik dari laut maupun curah hujan seperti air bah,” jelas Rizki Kurniawan.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan tambah Rizki Kurniawan dengan memfungsikan kembali 5 anak sungai yang berubah fungsi menjadi parit. “PT Pelindo dan perusahaan sawit yang beroperasi di kawasan Pelabuhan harus bertanggungjawab mengembalikan fungsi anak sungai yang mereka rubah menjadi parit,” papar Rizki.

Pihaknya telah mencoba memperjuangkan agar 5 anak sungai maupun Pulau Ancak agar kembali berfungsi seperti semula, namun disayangkan banyak pihak yang mengaku akan kehilangan pekerjaan jika anak sungai kembali di fungsikan. “Mereka hanya buruh angkut bungkil sawit tidak ada hubungan jika kita menuntut agar fungsi 5 anak sungai di kembalikan. Bukti apa lagi yang mereka inginkan. Ini bukitnya,” kata Rizki Kurniawan sembari menunjuk parit yang tersumbat di area pelabuhan.

Kendati demikian, pihaknya akan tetap memperjuangkan agar 5 anak sungai dan Pulau Ancak kembali berfungsi, karena sumber utama banjir yang kini datang tanpa bisa di prediksi merupakan puncak bala banjir kota Dumai. “Tantangan merupakan resiko perjuangan, kebenaran akan mencari jalannya sendiri. DPRD Dumai telah melihat dengan mata sendiri saat turun lapangan,” tegas Ketua Umum Yayasan Lebai Gedang ini.:(RLS)

Editor: MK