DUMAI Kitamelayu.Com – Satu nyawa kembali melayang di area operasional PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) RU II Dumai. Insiden kecelakaan kerja fatal yang terjadi pada Senin (18/8/2025) itu sontak memicu gelombang keprihatinan dan kritik dari berbagai kalangan.

Manajemen RU II melalui Area Manager CommRel dan CSR Kilang Dumai, Agustiawan, membenarkan adanya kecelakaan kerja, sekaligus menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban. Namun, perusahaan menegaskan investigasi internal masih berjalan sehingga penyebab pasti belum dapat dipublikasikan.

Bagi publik, insiden ini terasa bukan sekadar kasus tunggal. Sebab, dalam dua tahun terakhir, sejumlah kejadian serupa menodai catatan keselamatan di kilang pengolah minyak terbesar di Riau itu.

Rangkaian Insiden: Dari Ledakan hingga Sirene Misterius

Pada 1 April 2023, kilang RU II Dumai diguncang ledakan dan kebakaran hebat. Sedikitnya lima hingga sembilan pekerja dilaporkan mengalami luka-luka, sementara sejumlah rumah warga di sekitar area kilang mengalami kerusakan. Kasus tersebut bahkan ditangani oleh Polda Riau karena dampaknya meluas hingga ke pemukiman.

Belum reda trauma itu, warga Dumai kembali resah pada akhir Juli 2025. Sirene darurat kilang tiba-tiba berbunyi di luar jam normal. Meski perusahaan menyebut tidak ada keadaan berbahaya, bunyi sirene itu memicu kepanikan di kalangan warga ring 1 yang tinggal berdekatan dengan kilang.

Kini, pada 18 Agustus 2025, kecelakaan fatal kembali terjadi. Bagi warga maupun pengamat, rangkaian ini membentuk pola kegagalan yang tidak bisa lagi disebut “insiden terisolasi”.

“Kalau satu kali bisa disebut kecelakaan. Tapi jika berulang, berarti ada persoalan sistemik. Apakah manajemen risiko benar-benar dijalankan? Apakah standar keselamatan hanya berhenti di atas kertas?” kritik Irwandi Aziz, pengamat ketenagakerjaan, Selasa (19/8).

Kewajiban K3 Bukan Opsi, Tapi Hukum

Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja mengatur tegas bahwa pengusaha wajib menyediakan alat pelindung diri (APD), melakukan pengawasan kerja, hingga mencegah potensi bahaya di setiap tahap operasi.

Dalam konteks industri migas, kewajiban ini tidak berhenti pada penyediaan helm atau sepatu proyek. Regulasi internasional menekankan penerapan Process Safety Management (PSM), yang mencakup:

Penilaian risiko (risk assessment HAZOP/LOPA), Manajemen perubahan (management of change), Keandalan peralatan (asset integrity), Pengelolaan keselamatan kontraktor (contractor safety management), dan Kesiapan tanggap darurat yang diuji secara berkala.

“Jika insiden masih terjadi, apalagi berulang, itu artinya ada gap besar antara dokumen prosedur dengan praktik lapangan. Nyawa manusia tidak bisa jadi collateral damage,” tegas Irwandi.

Reputasi dan Kepercayaan Publik di Ujung Tanduk

Sebagai anak usaha Pertamina yang mengelola objek vital nasional, PT KPI RU II Dumai memiliki posisi strategis dalam rantai pasok energi Indonesia. Namun, serangkaian insiden yang terjadi sejak 2023 justru melemahkan social license to operate.

Warga sekitar mengaku masih dihantui rasa was-was setiap kali mendengar suara sirene atau kabar ada insiden di dalam kilang. “Kami tinggal dekat sekali dengan pagar kilang. Kalau ada apa-apa, kami yang pertama kena dampaknya. Tapi jarang ada penjelasan terbuka dari pihak perusahaan,” ujar salah seorang warga, yang namanya enggan disebutkan.

Menurutnya, warga tidak anti terhadap keberadaan kilang, tetapi butuh kepastian soal keselamatan. “Kilang ini kan besar, aset negara. Kami cuma minta dijaga keselamatan pekerja dan masyarakat sekitar. Jangan setiap ada kejadian, kami yang cemas,” katanya.

Tuntutan: Investigasi Independen dan Transparansi

Sejumlah kalangan mendesak agar investigasi kecelakaan 18 Agustus tidak hanya dilakukan secara internal oleh perusahaan. Mereka menilai perlu ada keterlibatan regulator, akademisi, ahli K3, hingga perwakilan pekerja untuk memastikan hasil investigasi objektif dan dapat dipercaya publik.

Selain itu, audit menyeluruh terhadap penerapan PSM pasca-insiden menjadi hal mendesak. Termasuk evaluasi penerapan permit to work, sistem LOTO (lockout–tagout–tryout), prosedur kerja di ketinggian, confined space entry, hingga manajemen kontraktor. “Kalau kontraktor tidak taat aturan, pekerjaan harus dihentikan. Jangan tunggu sampai jatuh korban. Prinsip stop work authority harus benar-benar hidup, bukan formalitas,” tegas Irwandi.

Keselamatan Bukan Sekadar Spanduk

Publik menilai manajemen RU II perlu melakukan langkah nyata, bukan sekadar menggelar konferensi pers atau memasang spanduk bertuliskan zero accident. Beberapa langkah yang diharapkan antara lain: Moratorium pekerjaan berisiko tinggi hingga semua safeguards tervalidasi. Program pembelajaran insiden yang dijalankan serius, bukan hanya laporan. Komunikasi darurat yang jelas kepada warga ring 1 agar tidak terjadi lagi kepanikan akibat sirene tanpa penjelasan.

“Keselamatan kerja itu disiplin teknis, bukan slogan. Saat ada nyawa melayang, artinya ada yang gagal dalam sistem. Kini saatnya manajemen KPI RU II Dumai menunjukkan komitmen dengan tindakan nyata,” tutup Irwandi.

Hingga berita ini diterbitkan, PT KPI RU II Dumai belum merinci penyebab kecelakaan 18 Agustus 2025. Pihak perusahaan menyatakan investigasi masih berlangsung.

Sumber / Credit to : Teleskopnews.com

***MK