DUMAI Kitamelayu.Com — Di sebuah kedai kopi sederhana sekitaran Pasaran Pulau Payung, aroma kopi hitam mengepul di udara, berpadu dengan asap rokok yang menari di antara cangkir dan gelas kaca. Di salah satu meja plastik bundar, seorang pemuda bernama Didin Marican duduk santai, menikmati pagi dengan segelas kopi panas dan sebatang rokok di tangannya. Sabtu, (11/10/2025).
Rokok yang dihisapnya itu bukan rokok bermerek besar, namun rokok yang sering disebut “ilegal”. Tapi bagi Didin, sebutan itu tak begitu penting.
Yang penting, ia masih bisa menyalakan sebatang rokok sambil menyeruput kopi di tengah naiknya harga-harga yang kian mencekik.
Sambil menghembuskan asap pelan, Didin berkata dengan nada tenang namun jelas, “Janganlah diganggu rokok ilegal tu, kami tak telap beli rokok legal do,” ucapnya lirih.
Kalimat sederhana itu disambut anggukan kecil dari beberapa pengunjung warung. Mereka paham, suara Didin bukan sekadar keluhan, tapi cerminan perasaan banyak orang yang hidup pas-pasan di tengah kerasnya ekonomi. “Bukan kami menolak aturan,” lanjut Didin sambil menatap ujung rokoknya yang menyala, “Tapi kalau rokok resmi dah semahal itu, apalagi yang bisa kami beli?,” ungkap Didin Marican.
Di tengah riuh rendah pasar Pulau Payung, suara Didin terdengar seperti bisik jujur dari hati rakyat kecil yang berusaha bertahan di antara aturan, kebutuhan dan realita hidup.
Bagi Didin Marican, rokok murah hanyalah satu dari sedikit cara untuk bertahan, mencari sedikit nikmat di sela penatnya hidup.
Dan di ujung bara rokok yang perlahan padam, tersisa pesan yang sederhana tapi dalam. Kadang, hidup bukan tentang pilihan, tapi tentang bertahan.
Sebelum beranjak meninggalkan kedai, Didin merogoh saku bajunya yang tinggal berisi beberapa lembar uang pecahan kecil. Ia tersenyum tipis, lalu berkata pelan.
“Kami ni bukan nak melawan bg, cuma nak hidup seadanya saja. Asal bisa ngopi, bisa ngerokok, dah cukup. Jangan sampai yang kecil ni pun susah nak bernafas,” ucap Didin.
Kalimat itu menggantung di udara, lebih tajam dari asap rokok yang baru saja padam. Suara Didin mungkin pelan, tapi maknanya dalam, mewakili jutaan rakyat kecil yang hanya ingin satu hal, hidup dengan tenang, tanpa harus selalu disudutkan oleh keadaan.
Sumber : thekingbingal
Editor:MK
Foto.thekingbingal