DUMAI, Kitamelayu.Com – Surat Edaran Wali Kota Dumai Nomor 100.3.4.3/1/BPKAD-PERBEND Tahun 2025 tentang Mekanisme Pengeluaran Atas Beban APBD pada Akhir Tahun menuai sorotan tajam dari kalangan aktivis. Alih-alih menciptakan kepastian hukum dan ketertiban administrasi keuangan daerah, surat edaran tersebut justru dinilai lucu, rancu, dan sarat kepentingan terselubung.

Aktivis Lembaga Penggiat Pemberdayaan Lingkungan Hidup (LP2LH), Fatahuddin, menilai substansi surat edaran itu tidak lebih dari cara halus Pemerintah Kota Dumai melempar tanggung jawab struktural ke level teknis, khususnya kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan bendahara. “Ini surat edaran yang sangat lucu dan rancu. Seolah-olah tertib administrasi, tapi substansinya justru membuka ruang kriminalisasi kebijakan. Wali kota seperti sengaja menunda kewajiban pengeluaran rutin yang seharusnya diselesaikan tepat waktu, lalu di akhir tahun membuat aturan darurat dan melempar risiko ke bawah,” tegas Fatahuddin, Senin ,22/12/25.

Menurutnya, pengaturan batas waktu dan penegasan tanggung jawab penuh PPK atas klaim pekerjaan 100 persen tanpa disertai pengawasan substantif dan tanggung jawab struktural pimpinan daerah merupakan pola klasik yang kerap berujung pada persoalan hukum. “Kalau pekerjaan dinyatakan 100 persen tapi faktanya bermasalah, yang diseret itu PPK. Wali kota dan elite birokrasi aman. Ini bukan tata kelola keuangan yang sehat, tapi pola cuci tangan yang dibungkus surat edaran,” ujarnya.

Fatahuddin juga menyoroti kewenangan diskresi yang diberikan kepada BUD atau Kuasa BUD dalam surat edaran tersebut. Menurutnya, klausul itu sangat berbahaya jika tidak diawasi secara ketat, karena membuka ruang keputusan sepihak yang rawan disalahgunakan. “Diskresi tanpa pengawasan itu pintu masuk maladministrasi. Kalau ini tidak diawasi secara substantif, maka surat edaran ini hanya menjadi alat legalisasi akal-akalan anggaran yang sengaja disembunyikan,” katanya.

Lebih jauh, ia menduga penerbitan surat edaran ini merupakan upaya menutupi persoalan pengelolaan keuangan daerah sepanjang tahun anggaran, yang kemudian dibebankan kepada aparatur teknis menjelang tutup buku. “Kalau dari awal tahun pengelolaan keuangan tertib, tidak perlu surat edaran yang sifatnya panik dan reaktif seperti ini. Ini indikasi kuat ada masalah yang ingin diselamatkan di akhir tahun,” tambahnya.

LP2LH menilai, tanpa pengawasan ketat dari APIP, BPK, dan aparat penegak hukum yang objektif, surat edaran ini berpotensi menjadi alat legitimasi pembayaran bermasalah, sekaligus jebakan hukum bagi aparatur di level bawah. “Jangan sampai nanti PPK dan bendahara dijadikan tumbal, sementara aktor kebijakan di level atas bersembunyi di balik surat edaran. Ini pola lama yang terus diulang,” pungkas Fatahuddin. Hingga berita ini diterbitkan, Wali Kota Dumai belum memberikan klarifikasi resmi terkait kritik tajam tersebut.( RLS )

Editor: MK