Oleh: Alialudin Hamzah (Fungsionaris PB HMI MPO)
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga transparansi dan integritas keuangan negara. Namun, serangkaian skandal korupsi yang melibatkan para pejabatnya telah menodai kredibilitas lembaga ini. Kasus dugaan suap 12 milyar dalam proyek Food Estate Kementerian Pertanian yang melibatkan dua pejabat BPK RI, kasus korupsi terkait proyek BTS 4G Kominfo yang turut menyeret Anggota III BPK RI Nonaktif dengan permintaan mencapai Rp. 40 miliar, dan kasus korupsi dalam proyek konstruksi pembangunan Jalan Tol Jakarta–Cikampek alias Tol MBZ dengan permintaan sebesar Rp. 10 miliar rupiah untuk memenuhi permintaan dari oknum pejabat BPK, adalah bukti nyata betapa dalamnya korupsi telah mengakar di tubuh lembaga ini.
Bayangkan, auditor BPK RI yang seharusnya menjadi pengawas independen malah terlibat dalam permainan kotor dengan meminta suap hingga miliaran rupiah untuk memanipulasi hasil audit. Ini bukan sekadar pelanggaran etika, ini adalah pengkhianatan terhadap rakyat! Bagaimana bisa kita mempercayai laporan keuangan negara jika lembaga yang mengauditnya bisa dibeli dengan uang? Ini adalah cermin dari kebobrokan yang menggerogoti jantung birokrasi kita. Lebih dari sekadar memalukan, tindakan ini sangat merugikan. Manipulasi laporan hasil pemeriksaan (LHP) tidak hanya mencoreng nama BPK RI, tetapi juga menimbulkan kerugian besar bagi negara.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) berperan untuk mengaudit kurang lebih 705 laporan hasil pemeriksaan (LHP), yang terdiri dari 681 laporan keuangan, 2 laporan kinerja, dan 22 laporan dengan tujuan tertentu (DTT). Kinerja BPK RI mencakup audit atas laporan keuangan dari berbagai tingkat pemerintahan, termasuk 20 kementerian dan lembaga di bawah Auditorat Utama Keuangan Negara I (AKN I), dan 35 kementerian serta lembaga di bawah Auditorat Utama Keuangan Negara III (AKN III). Secara wilayah, BPK RI mengaudit 34 provinsi serta 542 pemerintah daerah, yang terdiri dari 415 kabupaten dan 93 kota. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara dan daerah. Pada tahun 2023, BPK RI mengaudit total 705 laporan hasil pemeriksaan (LHP), yang mencakup laporan keuangan, kinerja, dan dengan tujuan tertentu.
Dengan demikian beranjak dari kasus tersebut, ada kekhawatiran bahwa manipulasi LHP oleh BPK RI bisa terjadi pada sebagian besar wilayah yang mendapat status WTP. Dalam permintaan yang variasi itu berpotensi merambah keseluruhan wilayah di Indonesia, memungkinkan terdapat kerugian negara mencapai triliunan rupiah. Jumlah ini mencerminkan potensi kerugian yang sangat besar jika integritas audit dimanipulasi oleh oknum anggota BPK RI yang nakal. Jika dugaan kerugian mencapai triliunan rupiah, itu berarti uang rakyat yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan bersama justru hilang ke kantong-kantong gelap para koruptor. Ini bukan hanya tentang angka, ini adalah tentang nasib bangsa yang dipermainkan oleh segelintir orang yang tidak bersyukur.
Pengawasan internal yang lemah di BPK RI memperburuk situasi. Ketika lembaga pengawas tidak bisa mengawasi dirinya sendiri, bagaimana bisa kita mengharapkan transparansi dari seluruh sistem pemerintahan? Setiap laporan yang dimanipulasi adalah bukti nyata bahwa keadilan dan kebenaran telah dijual. Jika lembaga yang seharusnya menjadi simbol integritas malah terlibat dalam korupsi, maka seluruh sistem kita sedang dalam bahaya. Sudah waktunya untuk menghentikan sandiwara ini. BPK RI membutuhkan reformasi total. Standar etika harus ditegakkan tanpa kompromi, dan mekanisme pengawasan internal harus diperketat. Transparansi dalam setiap proses audit harus ditingkatkan, dan hasil-hasil audit harus dipublikasikan secara rinci agar masyarakat bisa mengawasi. Tanpa langkah-langkah drastis ini, BPK RI akan terus menjadi simbol kegagalan dalam pengawasan keuangan negara.
Situasi ini sangat serius karena itu penegakan hukum bagi pejabat yang terlibat segera dilaksanakan. Jika kita tidak bertindak sekarang, kita akan kehilangan lebih dari sekadar uang; kita akan kehilangan kepercayaan publik, yang merupakan dasar dari sebuah negara demokrasi yang sehat. Korupsi di dalam BPK RI adalah pengkhianatan terhadap bangsa dan negara. Ini adalah panggilan bagi setiap warga negara yang peduli untuk mendesak perubahan. Jangan biarkan para pengkhianat ini merusak masa depan kita. Menjaga integritas dan transparansi dalam proses audit sangat penting untuk memastikan kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan negara. BPK RI harus terus meningkatkan mekanisme pengawasan internal dan memastikan bahwa setiap auditor bekerja dengan standar etika yang tinggi untuk mencegah praktik korupsi dan manipulasi laporan. Keberhasilan dalam audit yang jujur dan transparan akan mendukung upaya reformasi birokrasi dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Jika lembaga yang diamanatkan untuk menjaga kejujuran dan integritas keuangan negara gagal menjalankan tugasnya dengan baik, kita berisiko kehilangan kepercayaan publik, yang pada gilirannya mengancam stabilitas dan kesehatan demokrasi kita. Inilah saatnya bagi kita semua, sebagai warga negara yang peduli, untuk mendesak perubahan dan menuntut akuntabilitas dari mereka yang memegang kekuasaan.
Edit ; Syt